Kali ini saya ingin berbagi pengalaman saya bagaimana
rasanya menjalani bulan suci ramadhan di Eropa saat musim panas, yang waktu
puasanya mencapai 19 jam. Saya berharap tulisan saya ini bisa memotivasi para
pembaca agar bersemangat menjalani bulan suci ini.
Tahun 2010 adalah tahun pertama saya menginjakkan kaki di Eropa,
tepatnya di kota Hannover, Jerman. Di
kota ini terdapat sekitar 20 masjid, yang pada umumnya setiap masjid dikelola
oleh komunitas muslim dari suatu negara atau suku, misalnya masjid turki,
kurdi, pakistan, arab, dan sebagainya. Di tahun pertama saya ini ramadhan
dimulai pada Bulan Agustus, di penghujung musim panas, dimana adzan subuh pada
pukul 4 dan adzan maghrib pada pukul 9. Jadi kami berpuasa sekitar 17 jam.
Untuk saya yang baru datang di jerman 17 jam berpuasa bukan hal yang mudah,
apalagi di saat musim panas yang suhunya bisa mencapai 35 derajat dengan udara
yang jauh lebih kering dibandingkan di Indonesia. Bandingkan dengan di
indonesia yang waktu puasanya hanya sekitar 12-13 jam.
Setelah sekian hari berlalu saya mulai menikmati indahnya
menjalani ramadhan di Eropa. 17 jam menahan lapar dan haus menjadi terasa
ringan, bahkan lebih ringan dibandingkan ketika saya berpuasa di Indonesia.
Tantangan yang lebih berat justru ketika harus keluar rumah untuk kuliah atau
pergi ke masjid, karena saat musim panas
wanita disini berpakaian sangat terbuka, jadi saat di jalan saya harus selalu
menundukkan pandangan agar pahala puasa tidak berkurang. Parahnya, jika kita terlihat menundukkan pandangan dan wanita-wanita tersebut sadar bahwa kita menundukkan pandangan, maka mereka akan semakin "panasaran". Ini adalah tantangan tersendiri bagi kami.
Suasana berubah 180 derajat saat memasuki masjid,
disana saya bisa merasakan indahnya ukhuwah dan ikut termotivasi untuk
beribadah. Rasa persaudaraan sesama muslim di sini jauh lebih terasa dibandingkan
di Indonesia. Di masjid saya berkenalan dengan saudara-saudara seiman dari
berbaigai penjuru dunia, mulai dari muallaf jerman, muslim turki, arab,
kaukasus (rusia selatan), atau IPB (India Pakistan Bangladesh).
Hal lain yang menurut saya spesial adalah, hampir setiap
masjid di jerman mengadakan buka puasa bersama, bahkan dengan di beberapa
masjid juga disediakan sahur. Jadi saya setiap hari bisa berbuka gratis dan
bisa melakukan “wisata kuliner”. Dari sekitar 20 mesjid yang ada di Hannover,
saya kunjungi semua masjid itu secara bergilir, untuk mencicipi masakan khas
dari negara pengengelola setiap masjid tersebut. Dari masakan Turki, Maroko,
Pakistan/India, Eropa timur (Bosnia, Albania),Kaukasus,dll.
Saat saya berada di Hannover, saat ramadhan saya harus
kuliah dan bekerja „nguli“ di pusat logistik Mercedes Benz. Saya bekerja dari
jam 3 sore sampai jam 9 malam, saya harus „nguli“ mengangkat spare part mobil,
seperti knalpot, velg, dll. Mungkin kelihatannya sangat berat, tapi
Alhamdulillah Allah memberi kekuatan kepada saya untuk menjalaninya dengan
cukup mudah. Saya terkadang hanya „sakit hati“ karena kadang tidak bisa
mengikuti shalat berjama’ah dan tarawih di masjid.
Di tahun-tahun pertama saya ini, shalat tarawih dimulai
sekitar pukul 10 malam, dan berakhir sekitar jam setengah 12 malam. Karena
shalat tarawih dilaksanakan pada waktu yang relatif malam, banyak tetangga
masjid yang merasa terganggu dan protes, mau tidak mau semua jendela masjid
harus ditutup selama tarawih, yang tentunya membuat masjid pengap. Tapi itu
tidak menurunkan semangat para jama’ah untuk melaksanakan ibadah mereka.
(Bersambung ke Part II : http://rofifmuhammadzufar.blogspot.de/2015/05/indahnya-ramadhan-di-eropa-part-ii.html)
Keine Kommentare:
Kommentar veröffentlichen